Peradilan Militer di Indonesia dibentuk untuk pertama kalinya dengan dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1946. Kemudian terbit UU No. 8 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Acara Pidana pada Pengadilan Tentara, sebagai pengadilan yang khusus berlaku bagi militer.
Pada tahun 1948 diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1948 Tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam lingkungan Peradilan Ketentaraan.
Sejak berlakunya Republik Indonesia Serikat pada Tahun 1950, terjadi perubahan undang-undang tentang susunan dan kekuasaan kehakiman, dengan disahkannya Undang-undang Darurat No. 16 Tahun 1950 menjadi Undang-undang No. 5 Tahun 1950 Tentang Susunan dan Kekuasaan Pengadilan/Kejaksaan dalam Lingkungan Pengadilan Ketentaraan.
Ketua Pengadilan Negeri karena jabatannya menjadi Ketua Pengadilan Tentara. Dan berdasarkan Undang-undang No. 6 Tahun 1950 Jaksa Tentara dirangkap oleh Jaksa Sipil yang karena jabatannya bertugas sebagai pengusut, penuntut dan penyerah perkara.
Dalam keadaan yang tidak kondusif seiring dengan perkembangan politik pemerintahan, lahirlah Undang-undang No. 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia. Undang-undang ini merubah sistem dan hukum acara Peradilan Militer. Dalam pasal 35 tersebut mengatakan angkatan perang mempunyai peradilan tersendiri dan komando mempunyai hak penyerah perkara. Sebagai implementasi pasal 35 UU No. 29 Tahun 1954 lahirlah UU No. 1/Drt/1958 tentang Hukum Acara Pidana Tentara, dalam Undang-undang tersebut membatasi Jaksa dan Hakim Umum di dalam penyelesaian perkara.